Sunday, August 12, 2012

Cerpen by Me : "I Wish..."

Posted by fannypiter at 6:17 PM
Bella duduk di depan kaca. Dia berusaha menghilangkan memori itu dari kepalanya. Memori yang tak ingin diingatnya. Memori yang sangat ingin dihapusnya. Tapi, hal itu jelas tidak mungkin. Memori adalah memori. Hal yang tidak dapat dihapus dan hanya dapat dikenang.

“Bella, sarapannya udah siap!” kata mamanya.
“Turun dong saying!”
“Bentar ma…!” respon Bella.
Bella pun turun dari kamarnya.

“Nih mama dah nyiapin sarapan kesukaan kamu. Roti bakar selai kacang,” kata mama.
“Yummy,” respon Bella. “Makasih ma!”

Selesai menghabiskan sarapannya, Bella pun berangkat ke sekolahnya. Di kelasnya, Bella kembali terdiam seperti yang dilakukannya di depan kacanya. Semuanya terasa begitu menyakitkan. Sesuatu yang tidak ia inginkan untuk terjadi, hal itu terjadi.

“Bel, sebenarnya ada apa sih? Kenapa lo diam terus? Cerita dong sama gue!” tanya Sasha, sobat Bella.
“Gue baik-baik aja kok. Lo tenang aja,” respon Bella.
“Lo bohong. Gue udah jadi sobat lo sejak kecil Bel. Lo nggak bisa nyembunyiin kalau lo tu sedih. Pokoknya habis pulang sekolah ini, lo ke rumah gue. Lo harus cerita sama gue apa yang bikin lo sesedih sekarang ini,” jelas Sasha.
“Nggak usahlah Sha. Gue baik-baik aja kok. Lo tenang aja,” kata Bella.
“Tapi gue nggak baik-baik aja ngeliat lo kayak gini. Lo pokoknya harus cerita,” tegas Sasha.
Bella akhirnya hanya bisa mengangguk pasrah.

Pelajaran sejarah yang sedang dijelaskan di depan kelas hanya dianggap angin lalu bagi Bella. Ia masih mengingat memori yang sangat menusuk hatinya. Bel pulang sekolah pun berbunyi.

“Bel yuk,” kata Sasha yang langsung menyeret Bella pergi menuju mobil jemputannya.
Setiba di kamar Sasha, Bella langsung menghempaskan badannya di kasur Sasha yang sangat capek, lelah, dan letih akan semua hal yang terjadi hari ini.

“ Mau minum apa Bel?” tanya Sasha.
“Terserah lo aja deh,” respon Bella.
“Bentar ya,” kata Sasha.

Beberapa menit kemudian Sasha kembali dengan dua gelas jus jeruk.
“Nih diminum dulu,” kata Sasha.
“Sekarang lo cerita apa yang sebenarnya terjadi sama lo, kenapa lo berubah kayak gini belakangan hari ini, apa yang terjadi sebenarnya Bel?” tanya Sasha bertubi-tubi.

Bella menarik napasnya.
“Lo masih ingat Felix kan?” tanya Bella.
“Inget,” kata Sasha.
Gimana Sasha bisa lupa, cowok itu adalah cowok pertama yang ngedeketin Bella. Tapi belakangan ini sikap Bella ke Felix berubah, begitu juga sikap Felix ke Bella. Seakan ada suatu memori yang hanya mereka berdua yang tahu, memori yang membuat semuanya berubah seperti ini.

“Emangnya kenapa sama Felix, Bel?” tanya Sasha.
“Sha, yang bikin gue kayak gini tu Felix. Dia cowok pertama yang ngedeketin gue. Yang bikin hati gue berbunga-bunga. Yang bikin gue seneng karena ada yang perhatian banget sama gue selain elo sama keluarga gue. Tapi semuanya cuma palsu Sha. Cuma sebentar. Dia udah ngangkat gue kemudian ngejatuhin gue lagi. Dia bikin gue sakit hati. Dia yang udah nunjukin perhatian lebih ke gue. Beliin gue bunga, coklat, ngapelin ke rumah gue tiap malam minggu,tapi nyatanya semua itu nggak berakhir seperti yang gue harapkan Sha,” jelas Bella sambil menangis. Menumpahkan semua kekesalan yang dipendamnya selama ini. Menumpahkan semua yang ia rasakan beberapa hari ini.

“Emangnya apa yang ia lakuin Bel?” tanya Sasha.
“Lo inget kan ultahnya Felix waktu itu?” tanya Bella.
“Inget, gue waktu tu nggak pergi soalnya lagi batuk parah,” jelas Sasha.
“Waktu itu gue berharap banget Felix akan ngungkapin perasaannya ke gue. Ngungkapin tiga kata yang pengen banget gue denger dari dia. Tapi sayangnya nggak. Waktu disuruh milih someone special yang ingin dikasih potongan kue kedua, dia malah milih Rara. Trus dia langsung ngungkapin perasaannya ke Rara. Trus maksud dia perhatian ke gue apa? Hati gue terasa perlahan-lahan udah mati di dalam, Sha. Kenapa dia nggak ngasih kue itu ke gue setelah semua perhatiannya ke gue. Setelah semua tingkahnya yang membuat harapan gue tinggi. Ketika dia lewat, gue berusaha bilang ke dia semua yang gue rasain. Tapi gue beku Sha, lidah gue beku. Kaki gue hanya membatu. Kata-kata yang ingin gue ucapin hilang gitu aja. Gue ngeliat cara dia ngenatap Rara. Tatapan itu yang gue sadari selama ini bukanlah tatapan yang ia berikan ke gue selama ini. Kenapa gue bodoh banget? Kenapa gue nggak sadar? Kenapa dia nggak bisa ngeliat gue kayak gitu? Kenapa dia nggak bisa ngeliat gue kayak gue ngeliat dia? Kenapa dia nggak bisa ngungkapin tiga kata itu ke gue Sha? Kenapa waktu nggak bisa berputar kembali Sha? Gue pengen ngulang semuanya supaya hal itu nggak terjadi,” jelas Bella membuang semua kekesalan dan emosi yang dipendamnya selama ini.

Sasha memeluk Bella. Berharap pelukannya ini dapat meringankan beban yang ditahan Bella selama ini. Walaupun tidak dapat menghilangkan beban itu sepenuhnya.

“I wish that was me, Sha. I wish I was Rara…,”

0 comments:

Post a Comment

Sunday, August 12, 2012

Cerpen by Me : "I Wish..."

Posted by fannypiter at 6:17 PM
Bella duduk di depan kaca. Dia berusaha menghilangkan memori itu dari kepalanya. Memori yang tak ingin diingatnya. Memori yang sangat ingin dihapusnya. Tapi, hal itu jelas tidak mungkin. Memori adalah memori. Hal yang tidak dapat dihapus dan hanya dapat dikenang.

“Bella, sarapannya udah siap!” kata mamanya.
“Turun dong saying!”
“Bentar ma…!” respon Bella.
Bella pun turun dari kamarnya.

“Nih mama dah nyiapin sarapan kesukaan kamu. Roti bakar selai kacang,” kata mama.
“Yummy,” respon Bella. “Makasih ma!”

Selesai menghabiskan sarapannya, Bella pun berangkat ke sekolahnya. Di kelasnya, Bella kembali terdiam seperti yang dilakukannya di depan kacanya. Semuanya terasa begitu menyakitkan. Sesuatu yang tidak ia inginkan untuk terjadi, hal itu terjadi.

“Bel, sebenarnya ada apa sih? Kenapa lo diam terus? Cerita dong sama gue!” tanya Sasha, sobat Bella.
“Gue baik-baik aja kok. Lo tenang aja,” respon Bella.
“Lo bohong. Gue udah jadi sobat lo sejak kecil Bel. Lo nggak bisa nyembunyiin kalau lo tu sedih. Pokoknya habis pulang sekolah ini, lo ke rumah gue. Lo harus cerita sama gue apa yang bikin lo sesedih sekarang ini,” jelas Sasha.
“Nggak usahlah Sha. Gue baik-baik aja kok. Lo tenang aja,” kata Bella.
“Tapi gue nggak baik-baik aja ngeliat lo kayak gini. Lo pokoknya harus cerita,” tegas Sasha.
Bella akhirnya hanya bisa mengangguk pasrah.

Pelajaran sejarah yang sedang dijelaskan di depan kelas hanya dianggap angin lalu bagi Bella. Ia masih mengingat memori yang sangat menusuk hatinya. Bel pulang sekolah pun berbunyi.

“Bel yuk,” kata Sasha yang langsung menyeret Bella pergi menuju mobil jemputannya.
Setiba di kamar Sasha, Bella langsung menghempaskan badannya di kasur Sasha yang sangat capek, lelah, dan letih akan semua hal yang terjadi hari ini.

“ Mau minum apa Bel?” tanya Sasha.
“Terserah lo aja deh,” respon Bella.
“Bentar ya,” kata Sasha.

Beberapa menit kemudian Sasha kembali dengan dua gelas jus jeruk.
“Nih diminum dulu,” kata Sasha.
“Sekarang lo cerita apa yang sebenarnya terjadi sama lo, kenapa lo berubah kayak gini belakangan hari ini, apa yang terjadi sebenarnya Bel?” tanya Sasha bertubi-tubi.

Bella menarik napasnya.
“Lo masih ingat Felix kan?” tanya Bella.
“Inget,” kata Sasha.
Gimana Sasha bisa lupa, cowok itu adalah cowok pertama yang ngedeketin Bella. Tapi belakangan ini sikap Bella ke Felix berubah, begitu juga sikap Felix ke Bella. Seakan ada suatu memori yang hanya mereka berdua yang tahu, memori yang membuat semuanya berubah seperti ini.

“Emangnya kenapa sama Felix, Bel?” tanya Sasha.
“Sha, yang bikin gue kayak gini tu Felix. Dia cowok pertama yang ngedeketin gue. Yang bikin hati gue berbunga-bunga. Yang bikin gue seneng karena ada yang perhatian banget sama gue selain elo sama keluarga gue. Tapi semuanya cuma palsu Sha. Cuma sebentar. Dia udah ngangkat gue kemudian ngejatuhin gue lagi. Dia bikin gue sakit hati. Dia yang udah nunjukin perhatian lebih ke gue. Beliin gue bunga, coklat, ngapelin ke rumah gue tiap malam minggu,tapi nyatanya semua itu nggak berakhir seperti yang gue harapkan Sha,” jelas Bella sambil menangis. Menumpahkan semua kekesalan yang dipendamnya selama ini. Menumpahkan semua yang ia rasakan beberapa hari ini.

“Emangnya apa yang ia lakuin Bel?” tanya Sasha.
“Lo inget kan ultahnya Felix waktu itu?” tanya Bella.
“Inget, gue waktu tu nggak pergi soalnya lagi batuk parah,” jelas Sasha.
“Waktu itu gue berharap banget Felix akan ngungkapin perasaannya ke gue. Ngungkapin tiga kata yang pengen banget gue denger dari dia. Tapi sayangnya nggak. Waktu disuruh milih someone special yang ingin dikasih potongan kue kedua, dia malah milih Rara. Trus dia langsung ngungkapin perasaannya ke Rara. Trus maksud dia perhatian ke gue apa? Hati gue terasa perlahan-lahan udah mati di dalam, Sha. Kenapa dia nggak ngasih kue itu ke gue setelah semua perhatiannya ke gue. Setelah semua tingkahnya yang membuat harapan gue tinggi. Ketika dia lewat, gue berusaha bilang ke dia semua yang gue rasain. Tapi gue beku Sha, lidah gue beku. Kaki gue hanya membatu. Kata-kata yang ingin gue ucapin hilang gitu aja. Gue ngeliat cara dia ngenatap Rara. Tatapan itu yang gue sadari selama ini bukanlah tatapan yang ia berikan ke gue selama ini. Kenapa gue bodoh banget? Kenapa gue nggak sadar? Kenapa dia nggak bisa ngeliat gue kayak gitu? Kenapa dia nggak bisa ngeliat gue kayak gue ngeliat dia? Kenapa dia nggak bisa ngungkapin tiga kata itu ke gue Sha? Kenapa waktu nggak bisa berputar kembali Sha? Gue pengen ngulang semuanya supaya hal itu nggak terjadi,” jelas Bella membuang semua kekesalan dan emosi yang dipendamnya selama ini.

Sasha memeluk Bella. Berharap pelukannya ini dapat meringankan beban yang ditahan Bella selama ini. Walaupun tidak dapat menghilangkan beban itu sepenuhnya.

“I wish that was me, Sha. I wish I was Rara…,”

0 comments on "Cerpen by Me : "I Wish...""

Post a Comment

 

Fanny's Blog Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos